Seputar Sekularisme

Lahir dari proses kompromi

Sekularisme lahir dari proses kompromi, bukan proses berfikir. Kenapa? Bila dikaji secara mendalam, sekuarisme tidak memberikan jawaban apapun bahkan tidak pernah membahas persoalan mendasar umat manusia, yakni dari mana saya, untuk apa saya hidup di dunia, dan kemana saya akan pergi setelah kehidupan di dunia ini? Sebab kemunculan paham ini bukan untuk memberikan jawaban atas tiga pertanyaan mendasar tersebut, akan tetapi ia lahir dari hasil kompromi untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antara kaum agamawan dengan ilmuan. Wujud kompromi itu memisahkan agama dari kehidupan (sekularisme).

Pada dasarnya jalan kompromi tidak muncul dari proses berfikir yang benar, bahkan tidak dapat dikatakan lahir dari sebuah proses berfikir. Contoh berikut ini mungkin bisa digunakan untuk menerangkan, bahwa kompromi memang bukan lahir dari proses berfikir yang jernih dan mendalam. Si A adalah orang yang gemar mencuri, sedangkan si B anti terhadap pencurian. Si A dan si B terus menerus bersengketa tanpa ada unjung akhirnya. Selanjutnya muncul sebuah ide untuk menyelesaikan masalah si A dan si B dengan jalan kompromi. Komprominya adalah, biarkan si A mencuri selama tidak mengganggu si B, si B jangan mencegah si A untuk mencuri, selama si A tidak mengganggu dirinya. Walhasil, kompromi ini dilakukan untuk menyelesaikan persengketaan antara si A dan si B namun ia tidak menyelesaikan hal-hal yang substansial, yakni pencurian itu sendiri. Walhasi, pada dasarnya, kelahiran sekularisme bukan ditujukan untuk menjawab ‘uqdatul kubra. Tetapi lahir untuk mengkompromikan dua hal yang saling bertentangan.

Sekularisme bertentangan dengan Islam

Islam merupakan agama menyeluruh yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Isalm tidak hanya mengatur ritual belaka, tetapi mengatur seluruh aspek kehidupan. Islam mengatur masalah ekonomi, politik, dan sosial budaya. Adapun pertentangan sekularisme dengan Islam tampak pada alasan-alasan berikut ini:

Pertama, sekularisem bertentangan dengan nash al-Quran yang memerintahkan kaum muslim –termasuk ahli kitab- untuk masuk ke dalam Islam secara menyeluruh dan total. Firman-Nya:

“Wahai orang-orang yang beriman masuklah kamu kepada Islam secara menyeluruh. Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagi kamu.” (al-Baqarah: 208)

Ibnu Katsir menyatakan: “Allah swt memerintahkan hamba-hamba-Nya yang mukmin dan mempercayai Rasul-Nya, untuk mengadopsi keyakinan-keyakinan dan syariah Islam; mengerjakan seluruh perintah-Nya dan meninggalkan seluruh larangan-Nya, selagi mereka mampu.”

Berdasarkan nash di atas dapat disimpulkan, bahwa seluruh kaum muslim diperintahkan untuk berserah diri secara total terhadap ‘aqidah Islam, dan melaksanakan seluruh syariah Islam. Faham sekularisme akan mengebiri bahkan memasung ajaran Islam yang mengatur masalah publik. Sebab, menurut faham sekularisme ini, agama harus dipisahkan dari kehidupan. Dengan kata lain, ajaran Islam yang mengatur sendi-sendi kemayarakatan tidak boleh diterapkan. Kaum muslim boleh beragama, akan tetapi sebatas pada masalah-masalah ritual belaka. Sungguh, faham sekularisme adalah faham yang sesat dan kufur. Siapapun yang meyakini paham ini akan terjatuh kepada kesesatan dan kekufuran.

Faham ini selain menjauhkan Islam dari penerapannya yang sempurna, juga akan melahirkan manusia-manusia hipokrit yang meyakini Allah SWT, akan tetapi tidak sudi mengerjakan seluruh perintah-Nya. Firman Allah:

“…Apakah kamu beriman kebada sebagian al-Kitab (taurat) serta mengingkari sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian di antara kamu melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat nanti akan dilemparkan pada siksa yang amat keras.” (QS al-Baqarah: 85)

Mengadopsi sekularisme akan berimplikasi besar terhadap selamat atau tidaknya aqidah. Ketika kaum muslim mengadopsi ide ini, sungguh secara langsung ia telah berusaha memarginalkan Islam dalam iklim kehidupan . ketika ia mencampakkan aturan Allah dan diganti dengan aturan kufur , pada dasarnya ia telah terjatuh dalam kesesatan dan kekufuran. Sementara itu, tidak ada kerugian besar, kecuali terjatuh dalam kekafiran.

Kedua, sekularisme juga bertentangan dengan nash-nash yang memerintahkan kaum muslim untuk hanya berhukum dengan syariah Islam. Ketika sekularisme menetapkan, bahwa manusia adalah pihak yang paling berhak menerapkan sistem hukum di kehidupan dunia, maka pada saat itu pula, manusia, termasuk kaum muslim akan dipaksa untuk tunduk dengan hukum-hukum positif buatan manusia. Al-quran telah menyatakan dengan tegas:

“Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin. Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu, dan Kamu masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali.” (QS. an-Nisa: 115)

“Dan barang siapa tidak berhukum dengan apa-apa yang telah diturunkan Allah, maka mereka termasuk orang-orang kafir.” (QS. al-Maidah: 44)

“Dan barang siapa tidak berhukum dengan apa-apa yang telah diturunkan Allah, maka mereka termasuk orang-orang dzolim.” (QS. al-Maidah: 45)

“Dan barang siapa tidak berhukum dengan apa-apa yang telah diturunkan Allah, maka mereka termasuk orang-orang fasiq.” (QS. al-Maidah: 47)

“Dan apa-apa yang diperintahkan Rasul kepadamu maka ambillah, dan apa-apa yang dilarang oleh Rasul maka tinggalkanlah.” (QS. al-Hasyr: 7)

“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar mereka berhukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, “Kami mendengar, dan kami patuh”. Dan mereka itulah termasuk orang yang patuh.” (QS. an-Nur: 51)

“Dan kami telah turunkan kepadamu al-Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah memperturutkan hawa nafsu.” (QS. al-Maidah: 48)

Sekularisme akan berdampak pada dipinggirkannya dan dilenyapkannya hukum-hukum Islam yang mengatur urusan publik. Agama Islam harus direduksi menjadi agama ritual dan hanya mengurusi urusan pribadi. Hukum-hukum yang berhubungan dengan urusan publik harus dilenyapkan dari kehidupan. Yang boleh hidup dalam masyarakat sekuleristik adalah ajaran Islam yang hanya mengatur etika dan moral.

Dalam sistem, sekularistik, tidak ada seorang muslim pun yang bisa menjalankan ajaran Islam secara sempurna. Yang tersisa hanyalah kaum muslim yang terlihat khusyuk beribadah di masjid-masjid, namun membangkang, atau tidak mampu menjalankan aturan Allah yang mengatur urusan muamalah, hudud-jinayat, dan ta’zir. Reduksi dan marginalisasi agama merupakan konsekuensi dari ide sekularisme yang menempatkan agama pada wilayah pribadi dan pada wilyah moral-etika belaka. Untuk mengurursi kehidupan dunia diatur dengan aturan manusia. Tuhan tidak boleh campur tangan urusan dunia. Padahal kaum muslimin diperintahkan untuk hanya berhukum dengan syariat Allah, bukan syariat buatan manusia. Lalu, dari arah mana para penganjur sekuler membenarkan ide-ide sesat ini? bahkan mengananjurkannya? Lalu atas dasar apa pula sebagian kaum muslim yang mencari-cari nash-nash al-Quran dan hadits untuk membenarkan ajaran sesat dan kufur ini?

Ketiga, sekularisme yang diserukan para penganjurnya akan berakibat pada tercampaknya hukum Islam yang mengatur urusan-urusan publik baik ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Sebab, itu ajaran sesat sekularisme adalah pemisahan agama dari kehidupan. Padahal Islam adalah agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Allah swt befirman:

“Dan kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS. an-Nahl: 89)

Ayat ini menunjukkan pengertian yang pasti (qath’i) tidak perlu pentakwilan lagi, bahwa Islam merupakan dien yang mengatur seluruh urusan manusia.

Keempat, sekularisme bertentangan dengan perintah kepada kaum muslim untuk menegakkan sistem kenegaraan Islam (Khilafah Islamiyah). Berdasarkan nash-nash al-Quran, sunnah Rasul dan Ijma’ sahabat kaum muslim diwajibkan untuk menegakkan negara Islam (khilafah Islam).

(Selengkapnya baca di: Islam Musuh Bagi Kapitalisme dan Sosialisme, Syamsuddin Rhamadlan)

Leave a comment